Friday, October 21, 2011

Fiksi: "Aku dan Cermin"


Ada yang bertanya-tanya tentang dirinya sendiri. Aku harus bagaimana? Aku harus menjawab apa? Dia sendiri tahu jawabannya tapi malah bertanya padaku. Padahal aku pun selalu menggantungkan segala keputusan dan jawaban darinya. Maka, sekarang aku yang akan membalikkan keadaan, aku akan mencercanya dengan deretan pertanyaan yang sudah aku persiapkan. Aku akan memaksanya. Walaupun aku hanya ada di sebatas serpihan cermin, aku juga mempunyai hak. Aku berhak bertanya pada wujud tiga dimensiku yang ada di media seberang itu.

Tidak selamanya aku bisa seenaknya didikte olehnya. Aku harus balik mendiktenya. Aku punya kehidupanku sendiri. Namun, dia selalu menarikku menghadap depan cermin kapan pun dia mau. Lama-lama aku lelah juga, apa benar aku tidak sekuasa dia? 

"Ini tidak bisa diteruskan!", bentakku dalam hati. Aku berpikir sangat lama, sangat lama. Aku harus melakukan sesuatu. Tapi apa? Aku tertunduk lesu.

Kemudian ketika aku menghadapnya (dengan terpaksa), aku menatap dirinya, aku menatap bola matanya tajam-tajam. Aku berharap ada jawaban di dalam matanya. Aku korek dalam-dalam dengan seksama. Aku melihat diriku di lensa matanya. Aha! Aku telah menemukan jawabannya. 

Selama ini dia telah menguasaiku dan aku tak sanggup membalas dendam kesumatku kepadanya. Untuk melampiaskan senewen ini aku harus mencari sasaran lain. Cermin! Cermin! Aku butuh cermin! 

Sesaat dia melesat pergi meninggalkanku, aku ambil cerminnya. Aku memasangnya di dinding dekat ruang tamu. Aku pandangi cermin itu. Akhirnya…akhirnya… aku bisa menguasai sesuatu. Aku ada, aku bukan lagi refleksi dari siapapun. Dan aku tak pernah peduli dengan yang selalu mendikteku dulu. Aku telah memiliki cerminnya. Dia sudah musnah, hilang, mati. Aku sangat bahagia.


-Semarang, 19 Oktober 2011-
 

blogger templates | Make Money Online