Sunday, January 4, 2015

vandalisme purba

Pulang ke kota asal, Semarang. Kota ayem, tentrem dan cenderung slow. 

Banyak pergerakan, banyak laju yang ngga bisa dibendung, namun pemikiran retro masih diadaptasi. Ngga salah sih, benar dan salah mana ada yang tahu objektifitasnya, kecuali moral ikut campur di dalamnya.

Hmmm...saya ngga akan membahas tentang moral kok. Apakah itu penting? 

Saya cuma akan bahas para vandal yang jalan pikirnya masih purba. Bayangkan t-rex nongol di tengah kota metropolis!

Okelah vandalisme itu tujuannya menambah atau mengubah atau mengacaukan ruang publik menjadi bentuk seni yang lebih tepat menurut pelakunya. Kembali ke jaman dulu, dimana vandalisme itu bermula, vandalisme perlu dan tepat. Di mana ruang publik ditata sedemikian rupa untuk menunjukkan kedigdayaan penguasa negara. Di mana ngga ada kepedulian terhadap realita kehidupan sosial. Penguasa negara itu layak disebut sebagai perusak ruang. 

Kembali ke waktu sekarang, muncul raksasa perusak ruang yang keberadaanya jauh lebih masif dan mencemaskan yaitu korporasi. Di lihat dari sisi artistik, pemerintah kita jelas minim cita rasa seni. Fasilitas publik dibuat apa adanya dan datar-datar saja, namun fungsinya hampir selalu tepat. Sementara itu ruang publik yang direnggut korporasi juga ngga kalah minimnya cita rasa seni, fungsinya? Engga ada kecuali cuma jualan.

Ngga sih, saya ngga akan menggiring opini untuk menentukan mana yang bener dan salah. Saya cuma prihatin sama orang-orang yang katanya pemberontak. Yang mengubah (saya pilih kata mengubah saja ya alih-alih merusak walaupun memang demikian) fasilitas umum sementara melakukan pembiaran terhadap ruang publik yang dimakan korporasi. Rasanya ngenes.

Mungkin mereka benar-benar t-rex yang pas jaman purba ngga kena lahar gunung api terus otaknya berevolusi jadi sebiji jagung. Or simply stupid. 




 

blogger templates | Make Money Online