Rumah bagi kami seperti tempurung kura-kura. Kami membawanya di punggung kami ke mana-mana. Segala nyawa, karakter dan nuansa rumah beserta kami. Kami memperoleh rasa aman. Kami memperolehnya dari hal yang paling sederhana: berbincang.
Beberapa bulan saya tidak pulang ke rumah. Tidak pula berbincang dengan orang rumah. Entah apa yang lebih menggoda hingga akhirnya benar-benar "meninggalkan" rumah beserta segala topik pembicaraannya.
Seperti berada di kapal yang limbung, dikoyak ombak, jungkir balik tak keruan. Bahkan kampretnya, saya yang sudah dicap tua ini, yang diharapkan menjadi bijak, terbalik menjadi anak kecil yang memarahi diri sendiri, "Kamu ke mana? Tidak ada di rumah, tidak juga di dalam diri kamu sendiri. Kamu hilang disapu waktu?"
Tempurung yang sedari tadi tergeletak di ujung ruang, saya panggul kembali. Kemudian mengetik satu pesan singkat, "Mah, Sabtu ini saya pulang." Sambil berdoa, semoga kapal yang limbung ini segera tegak tenang lagi.
Jakarta, 18 Juni 2017